Dalam melakukan pemetaan asset di daerah kecamatan Kabanjahe dan Berastagi, ada satu hal yang bisa terlihat langsung di dua Kecamatan yang berpenduduk 110.000 jiwa ini. Itu adalah rumah ibadah. Dengan jarak 100 atau 200 meter, kita dapat menemukan rumah ibadah. Jumlah masjid besar dengan gereja berimbang. Gereja protestan, tidak hanya GBKP saja. Mungkin GBKP 20-30% dari total gereja keseluruhan dan sisanya kita dapat menemukan berbagai denominasi gereja.
Tidak hanya Gereja Lutheran seperti HKBP, GKPS, GKPI,HKI atau Presbyterial seperti GBKP, GKI SUMUT, tetapi juga gereja Injili, Pentakosta dan yang lain, yang belum saya kenal. Bahkan Saksi Jehovah juga mempunyai tempat yang cukup besar. Sebagai tambahan, di Provinsi Sumatera Utara dapat ditemukan beberapa Kantor Pusat dari gereja-gereja besar, sebut saja HKBP sebagai Sinode terbesar di Asia tenggara dengan jumlah jemaat mendekati 5 juta jiwa, GKPS, GBKP,GKPI, HKI, GMI dan masih banyak yang lain. Ini adalah asset yang hebat.
Berikut statistic keberagamaan di dua Kecamatan:
Kecamatan kabanjahe:
1.Islam :22.201 jiwa (17 masjid)
2.Protestan : 26.813 jiwa (42 gereja)
3.Katolik : 8.133 jiwa (16 gereja)
Kecamatan Berastagi:
1.Islam : 18.501 jiwa (30 masjid)
2.Protestan : 19.713 jiwa (25 gereja)
3.Katolik : 3.704 jiwa (4 gereja)
P.S: Hindu dan Budha hanya 0,5% dan tidak ada tempat ibadah.
Sumber : BPS Karo 2012
Kecamatan Kabanjahe dengan 8 Desa dan 5 Kelurahan serta kecamatan Berastagi, 6 Desa dan 4 Kelurahan mengandung potensi pluralitas yang baik. Para pengungsi dari berbagai daerah menempati rumah ibadah ini. Tidak hanya gereja, tetapi juga masjid membuka diri untuk tempat mengungsi. Gereja yang ditempati biasanya gereja GBKP kecuali satu posko di Gereja Advent.
Dari pemetaan ini, kemudian memunculkan pertanyaan. Hal apa saja yang telah dilakukan oleh gereja di sana? Bukankah setiap pendeta tahu arti diakonia karitatif, reformatif atau transformative. Setidaknya, orang yang beribadah di gereja tahu bahwa mengasihi itu kewajiban. Maka sangat beralasan dan strategis jika mapping asset ini mengatakan lembaga gereja adalah asset penting dalam kontribusi (atau potensi) besar menanggulangi bencana.
Beberapa gereja sejak awal terlibat dalam membantu para pengungsi sebut saja GBKP. GBKP kemudian dibantu oleh beberapa Lembaga besar seperti YEU, Wahana Visi Indonesia. Gereja Methodis kemudian bekerja sama dengan MDS (Menonite Diakonia Service dan Lekas GKJ Sala) GKI SUMUT memberikan pelayan melalui PPMN. Tetapi menurut pengamatan dan wawancara penulis, masih banyak gereja-gereja yang lain yang belum ambil bagian, walau hanya memberi sumbangan.
oleh Pdt.Erik Timoteus Purba