Trailer terasing di negeri sendiri“Terasing di negeri sendiri” itulah yang dirasakan warga masyarakat Moro-Moro, Mesuji lampung atas kasus kekerasan yang terjadi di register 45. Masyarakat menuntut hak-hak mereka sebagai warga Negara Indonesia yaitu hak memperoleh legalitas identitas, memperoleh tanah untuk penggarap, dan hak memperoleh jaminan untuk pendidikan dan kesehatan. Diskriminasi terhadap warga yang diabaikan hak-hak konstitusionalnya (Tidak memiliki dokumen kependudukan, layanan pendidikan dan kesehatan dasar) selama belasan tahun akibat konflik agraria. Mereka dianggap penduduk illegal , “Stigma Perambah” karena tinggal di wilayah hutan yang dikelola oleh pihak swasta. Kemampuan masyarakat bertahan dalam membangun kehidupan sosial secara bersama (membangun tempat ibadah, sekolah, layanan kesehatan) karena Kerjasama yang tanpa mereka sadari itulah hakikat kebersamaan dalam mempertahankan prinsip-prinsip kewargaan. Kondisi yang mereka alami membuat mereka seolah-olah hidup di luar hukum Negara dan mereka tetap bertahan karena prinsip kewargaan dan rumah bersama.
Berbagai usaha dilakukan masyarakat agar hak-hak mereka terpenuhi. Sering kali masyarakat melakukan demo agar pemerintah segera menyelesaikan sengketa lahan yang terjadi di register 45 tanpa adanya kekerasan, bahkan pelajar pun melakukan demo agar sekolah mereka di akui oleh pemerintah dan mendesak agar kekerasan serta penggusuran di register 45 dihentikan. Penggusuran ratusan rumah pun terjadi sehingga masyarakat mengungsi di sesat agung desa Moro-Moro dengan tinggal dalam tenda-tenda darurat hingga mereka mendapat tempat tinggal yang tetap. Menyadari perjuangan yang dilakukan membutuhkan langkah-langkah yang terorganisasi, tahun 2006 masyarakat mendirikan organisasi Persatuan Petani Moro-Moro Way Serdang (PPMWS) yang mengorganisasikan seluruh langkah perjuangan masyarakat dan merancang program untuk menjawab persoalan di masyarakat. Dalam buku Terasing di negeri sendiri oleh Oki Hajiansyah Wahab (yang membantu perjuangan masyarakat Moro-Moro) menyatakan Pemerintah daerah sudah semestinya mengambil langkah-langkah untuk melindungi hak-hak konstitusional masyarakat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemenkopolhukum sudah menindak lanjuti rekomendasi TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) Mesuji dengan membentuk tim yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, seperti Kepolisian, Kementrian Pertanian, Badan Pertahanan Nasional, hingga Pemerintah Daerah. Menjadi suatu harapan rekomendasi PGF Mesuji dapat ditindaklanjuti dengan baik agar segera membawa keadilan bagi masyarakat.