Silahkan dibagikanShare on whatsapp
Whatsapp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter

versi PDF —> UNDUH

Pemuda bersama masyarakat melakukan pemetaan partisipatif

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan 3 lempeng tektonik besar, Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Lempeng Pasifik. Pertemuan antara lempeng Indo Australia dan lempeng Eurasia berada di lepas pantai barat Sumatra, Selatan Jawa dan Nusa Tenggara. Lempeng Pasifik berada di bagian utara Papua dan Halmahera. Aktifitas tektonik yang terjadi menyebabkan terbentuknya deretan gunung api di sepanjang pulau Sumatera, Jawa-Bali- Nusa Tenggara, utara Sulawesi-Maluku, dan Papua. Deretan itulah yang dikenal dengan Ring of Fire.

Wilayah yang berada di antara pertemuan lempeng dan deret gunung api disebut sebagai busur aktif yang terdapat patahan aktif dan sering terjadi gempa bumi, meliputi bagian barat bukit barisan, pesisir selatan Jawa, pesisir pantai utara Papua. Busur belakang berada pada wilayah pesisir timur Sumatera, pesisir utara Jawa, dan pesisir selatan Papua, merupakan daerah yang jarang dijumpai patahan aktifnya. Ring of Fire tersebut seperti pada peta di bawah ini :


Dengan demikian, kepulauan Indonesia merupakan wilayah yang sangat rawan terjadinya bencana alam, khususnya gempa bumi dan tsunami. Gempa dan tsunami baik di Aceh, Padang, maupun Mentawai merupakan beberapa bencana yang terjadi di pesisir Pulau Sumatra. Di bagian timur Indonesia, bencana alam berupa gempa bumi telah menghancurkan semua yang ada di atas pula Lombok.  Bencana alam yang belum lama terjadi di Sulawesi (Donggala dan Palu), 28 September 2018.  Kemudian, kita dikejutkan dengan bencana tsunami yang terjadi di selat Sunda. Bencana yang menghancurkan semua infrastruktur, baik di pesisir Kabupaten Kalianda, Lampung maupun di Anyer Banten. Tidak hanya infrastrukur public yang hancur, rumah penduduk pun hancur diterjang gelombang tsunami, dan ratusan orang kehilangan nyawa orang-orang yang dicintainya, orang tua kehilangan anaknya, dan sebaliknya. semuanya menyisakan kesedihan dan duka. Tidak hanya menimpa mereka yang hidup dalam kelimpahan harta tetapi juga menimpa mereka yang miskin. Tidak hanya menimpa negara-negara miskin dan berkembang, tetapi juga menimpa negara-negara maju dan kaya. Akan menjadi tanggungjawab siapakah mereka yang menjadi korban bencana?

Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas

Pergeseran dalam memahami bencana telah terjadi. pengurangan resiko bencana dan kesiapsiagaan terhadap bencana lebih masuk akal dari segi ekonomi dibandingkan dengan ketergantungan terhadap bantuan bencana.[1] Sebelum mendiskusikan lebih lanjut, maka ada baiknya melihat beberapa konsep dasar yang penting dalam pengurangan resiko bencana[2] :

  • Bencana
    • Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.
  • Resiko
    • Probabilitas timbulnya konsekuensi yang merusak atau kerugian yang sudah diperkirakan(hilangnya nyawa, cederanya orang-orang, terganggunya harta dan benda, penghidupan, dan aktifitas ekonomi, atau rusaknya lingkungan) yang diakibatkan pleh interaksi antara bahaya yang ditimbulkan alam atau diakibatkan manusia serta kondisi yang rentan.
  • Kerentanan
    • Kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang meningkatkan kecenderungan sebuah komunitas terhadap dampak bahaya. Kata kunci dari definisi adalah kecenderungan. Artinya suatu komunitas dinilai sebagai rentan jika kemampuannya berada dibawah ancaman bahaya itu. Penduduk yang bermukim puluhan meter di bibir pantai memiliki kerentanan yang tinggi dibanding penduduk yang tinggal ratusan meter dan di dataran yang lebih tinggi dari bibir pantainya.
  • Bahaya
    • Suatu peristiwa fisik, fenomena, atau aktifitas manusia yang berpotensi merusak, yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa atau cedera, kerusakan harta benda, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan hidup. Lebih lanjut dijelakan, bahaya dapat mencakup kondisi laten yang bisa mewakili ancaman di masa depan dan dapat disebabkan oleh berbagai hal;alam (geologis,hidrometeorologi, dan biologis) atau yang diakibatkan oleh proses-proses yang dilakukan oleh manusia. Bahaya dapat berbentuk tunggal, berurutan, atau gabungan antara asal dan dampak mereka. Setiap bahaya dicirikan oleh lokasi, frekuensi dan probabilitasnya.
  • Kapasitas
    • Suatu kombinasi semua kekuatan dan sumber daya yang tersedia dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat resiko atau dampak suatu bencana.

Selanjutnya,melihat konteks wilayah Indonesia yang dilewati cincin api (ring of fire) yang dicirikan dengan wilayah yang rawan dengan bencana alam akibat aktifitas lempeng benua, seperti misalnya gempa bumi dan tsunami, maka perlunya membangun dan meningkatkan kesadaran para pihak terhadap realita alam tersebut. Kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi bencana yang terjadi dan akan terjadi merupakan hal yang sangat penting dan strategis untuk ditumbuhkembangkan. Para pihak mempunyai tanggung jawab bersama komunitas untuk melakukan berbagai upaya membangun komunitas/masyarakat yang sadar dan tanggap terhadap bencana. Kapasitas komunitas/masyarakat untuk mengelola resiko bencana akan sangat menentukan jumlah korban dan kerugian ketika bencana tersebut terjadi. Oleh karena itu, para pihak perlu untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Pengelolaan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBK).

Pengelolaan Resiko Bencana Berbasis Komunitas merupakan pendekatan yang mendorong komunitas/masyarakat akar rumput dalam mengelola resiko bencana tingkat lokal (PRBK,2004:7). Pengertian ini hendak menyampaikan bahwa pelaku/actor penting dalam pengelolaan resiko bencana adalah pada komunitas/masyarakat itu sendiri. Masyarakat itu sendiri yang memetakan berbagai resiko bencana yang ada di tingkat lokal dimana mereka hidup dan tinggal. Berdasarkan pemetaan yang telah mereka lakukan, masyarakat itu sendiri yang melakukan berbagai bentuk pengelolaan, meliputi penanganan dan pengurangan bencana yang dihadapinya. Untuk evaluasi kinerja program pengelolaan resiko bencana berbasis komunitas pun masyarakatlah yang melakukannya.

Keberlanjutan pengelolaan resiko bencana berbasis komunitas sangat bergantung pada partisipasi masyarakat itu sendiri.  Suatu program pengelolaan resiko bencana dilakukan tanpa melibatkan partitipasi masyarakat, maka program tersebut akan menjadi program yang tidak berkelanjutan. Mengapa? Tidak berlanjutnya suatu program pemberdayaan ini disebabkan oleh kesadaran atas kepemilikan program tersebut. Kunci untuk program yang berkelanjutan adalah partisipasi masyarakat. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat, maka semakin tinggi pula rasa memiliki terhadap program pengelolaan resiko bencana.

Dengan demikian, pengelolaan resiko bencana berbasis komunitas yang sangat menyaratkan adanya partisipasi segenap anggota masyakat, merupakan suatu proses yang mengajak semua pihak dalam masyarakat untuk mengkaji, memetakan, menganalisis, menangani,memantau dan mengevaluasi resiko bencana. Tujuannya adalah untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas masyarakat. Dalam prosesnya, pemetaan sumberdaya lokal merupakan bagian penting ketika implementasi program pengelolaan resiko bencana berbasis komunitas berjalan. Contoh nama program ini : Desa Siaga, Desa Tangguh, Desa Sadar Bencana,dll.

Mengenai konsep komunitas, cukup beragam para ahli mendefinisikannya. Akan tetapi untuk kepentingan modul pelatihan ini, cukup memahami konsep komunitas itu secara umum saja. Menurut Koentjaraningrat, komunitas merupakan suatu kumpulan yang biasa disebut dengan paguyuban. Adapun nilai-nilai yang ada dalam komunitas adalah kekerabatan, komitmen, kesetiakawanan, maupun kepercayaan.

Area ini dinilai oleh pemuda sebagai lokasi yang rawan terjadi longsor. Sumberdaya yang rentan adalah sumber pangan penduduk, tanaman padi dapat terancam gagal panen

Pengelolaan resiko bencana berbasis komunitas, dari penjelasan di atas cukup membantu kita membuat konsep “berbasis komunitas”. Basis komunitas mempunyai pengertian bahwa komunitas/masyarakat merupakan actor/pelaku utama dalam program pemberdayaan masyarakat untuk pengelolaan resiko bencana. Masyarakat terlibat sejak awal, dari mulai penjajakan kebutuhan, membuat perencanaan, merancang program, monitoring sampai dengan melakukan evaluasi terhadap programnya.

Alur Dalam Pengelolaan Resiko Bencana Berbasis Komunitas

conceptual framework for disaster reduction . UNISDR

[1] Abhas K.Jha,dkk, Building Urban Resilience, (Washington : The World Bank, 2013)hlm.9

[2] Ibid.,hlm.22


[1] Bastian Affeltranger,dkk, Hidup Akrab dengan Bencana-Sebuah TInjauan Global tentang Inisiatif-inisiatif Pengurangan Bencana,(Jakarta : MPBI, 2007), hlm .xxxviii.

[2] Ibid.,28-29

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*