Silahkan dibagikanShare on whatsapp
Whatsapp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter

Yabima Indonesia menyelenggarakan seminar tentang Pembangunan Perdamaian Suku Anak Dalam Jambi. Seminar ini bertujuan untuk membuka pengetahuan masyarakat bahwa keberadaan masyarakat adat sebagai suku bangsa minoritas adalah realitas yang ada di depan mata kita. Berbagai pihak harus berdiri bersama mendukung keberadaan dan upaya kemandirian  masyarakat suku bangsa minoritas dalam memperjuangkan identitas mereka sebagai masyarakat adat yang berhak untuk menentukan hidupnya sendiri.

Hadir dalam seminar ini adalah perwakilan dari klasis-klasis GKSBS yang ada di Sumbagsel, lembaga-lembaga keagamaan, lembaga jaringan Yabima dan kelompok-kelompok dampingan Yabima yang ada di Lampung. Selain testimoni dari Jerman sebagai perwakilan SAD, hadir Tim Komisi SAD GKSBS Pamenang yang berbagi pengalaman terkait suka dan duka pendampingan di SAD.

“Binatang saja dilindungi oleh pemerintah. Kami inilah sebenarnya  yang menjaga hutan, sekarang kami tidak punya lagi. Setiap kami datang mendirikan tenda, orang-orang mengusir kami. Husss…hussss pergi sana!!”

Demikian ungkapan yang disampaikan Jerman sebagai perwakilan masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) dalam Seminar Study Konflik dan Pembangunan Perdamaian SAD jambi hari ini, selasa 31 Januari 2017 di Wisma centrum Kota Metro.

Banyak masukan dan usulan dari peserta terkait hasil study konflik dan pembangunan perdamaian SAD Jambi yang disampaikan oleh Pdt. Eko Nugroho. Secara umum peserta seminar bersepakat bahwa SAD adalah korban dari Kebijakan Pengelolaan sumber daya alam yang tidak adil sehingga menimbulkan konflik. Secara nyata SAD sekarang kehilangan wilayah adat yang merupakan sistem sosial dan ekosistem hidup mereka.  Mereka terus terpinggirkan dan sulit mendapat pengakuan atas hutan adatnya, tidak memiliki pemukiman serta akses pengelolaan tanah sebagai alat untuk bertahan hidup.

***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*