Silahkan dibagikanShare on whatsapp
Whatsapp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Oleh: Pdt. Henriëtte Nieuwenhuis

Apa yang terjadi jika para petani dengan agama yang berbeda mulai berbagi tentang semangat mereka untuk bertani organik?

Awal Desember 2017 yang lalu, Yabima Indonesia mengadakan sebuah lokakarya untuk para (calon) petani organik. Pada malam kedua para petani diundang untuk membuat refleksi bersama tentang spirit dan semangat mereka untuk bertani organik.

Kami duduk bersama dalam lingkaran di lantai, dan pemandu refleksi mengawali refleksinya dengan saat hening dan kata-kata pujian kepada Tuhan yang Mahakuasa. Kemudian para petani diundang untuk berbagi pendapat mereka melalui pertanyaan “sampai saat ini, apa yang menjadi semangat atau roh anda untuk pertanian organik?”

Jawaban mereka bermacam-macam. Ada yang mau melestarikan lingkungan. Ada yang mengutamakan kesehatan dan mau mengurangi resiko sakit. Ada juga yang mengatakan mau menyelamatkan generasi berikutnya. Ada yang memikirkan tentang keseimbangan alam dan manusia. Ada yang merasa berdosa kalau menghasilkan beras yang beracuan. “Perlu ada pertobatan ekologis”, katanya. Petani yang lain menambah: “pertanian organik bagi saya adalah perintah dari Allah”.

Setelah refleksi umum ini selesai, lalu kami membuat empat kelompok berdasarkan agama yang dianut oleh peserta. jadi kami membentuk kelompok petani Muslim, petani Hindu, petani Budha dan petani Kristen. Mengapa empat kelompok? Karena peserta yang hadir saat refleksi ada 8 petani Muslim, 7 petani Kristen, 1 petani Hindu dan 1 petani Buddha. Petani Hindu dan Buddha ditemani oleh dua petani Kristen dan Muslim. Setiap kelompok diundang untuk menulis apa saja nilai-nilai keyakinan anda untuk bertani organik.

Para petani Muslim menemukan dalam Al-Quran bahwa manusia perlu saling menghormati dan hidup berdampingan untuk menjaga kehidupan kita (Al Hujurat 13: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.).

Kemudian manusia harus melestarikan lingkungan hidup (Ar-Rum 41-42: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (kejalan yang benar). Katakanlah: ‘Lakukanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)’.)

Kelompok Budha menjelaskan bahwa Sabda Sang Budha memberikan cinta kasih kepada semua makluk yang bernyawa. Dalam agama Budha diucapkan dengan Metta (cinta kasih), Kuruna (belas kasihan) dan Mudita (kasih sayang). Manusia perlu menolong dan merawat semua makluk. Tujuan terakhir dalam kehidupan adalah Nirwana, bebas dari duka, yaitu kesakitan, kematiandll.

Kelompok Hindu mendapatkan bahwa kemanusiaan diutamakan untuk saling menghormati dan menjaga semua makluk hidup yang ada di bumi. Kemudian menjaga keseimbangan. Dalam Weda ditulis bahwa Brahma menciptakan, Visnu memelihara dan Shiwa merusak. Lalu tentang pengabdian juga sangat penting, harus siap menjadi pelayan dalam keluarga dan masyarakat. Dan sesajen diberikan untuk semua ciptaan yang hidup dan mati sebagai pewujud penghargaan.

Para petani Kristen menemukan beberapa ayat dari Alkitab yang mendorong mereka untuk bertani organik, yaitu kasih (Matius 22:37-40); kesabaran, karena ada banyak tantangan dalam pertanian organik (Galatia 5:22); manusia perlu bersyukur dalam segala hal termasuk melestarikan (1 Tesalonika 5:18); ketulusan (Matius 10:16); percaya akan Sang Pencipta dengan kekuatan dan semangat yang sudah diberikan (Matius 17:20); pembebasan dari segala kutuk, berkat bagi ciptaan, ada istirahat untuk tanah supaya pulih lagi (Imamat 25:4, 11, 28).

Untuk beberapa petani tidak mudah untuk menjelaskan nilai-nilai dari agamanya, apalagi menemukan ayat-ayat yang tepat. Dan banyak petani takut salah.Tetapi proses bersamanya luar biasa, ada keterbukaan untuk saling mendengar dan saling belajar. Salah satu petani menyimpulkan setelah semua kelompok sudah mempresentasikan hasilnya: “pertanian organik adalah tindakan iman”.

Untuk saya malam refleksi ini sangat istimewa. Karena ada tujuan bersama, yaitu pertanian organik, ada juga semangat bersama, walaupun peserta berasal dari empat agama yang berbeda. Dan ternyata petani sendiri sangat menghargai refleksi bersama ini. Dalam review hari berikutnya refleksi ini dinilai sebagai sesi yangpaling menarik dari semua materi hari sebelumnya. Beberapa kesimpulan muncul: “refleksi seperti ini adalah dasar prilaku kita” dan “bersatu itu indah, bersama itu indah”.

Ini berarti bahwa bagi para petani organik bukan keuntungan ekonomis atau kesehatan lah yang menjadi dorongan yang paling utama. Ketika spirit dari Tuhan yang Esa ditemukan bersama itu mempersatukan petani yang berbeda dalam perjuangan mereka. Dan antusiasme mereka, yang berarti “penuhakan Tuhan”,dapat dirasakan!”

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*